Menurut kami pertanyaan yang tepat adalah Kapan digunakan SPP Panjar dan kapan saatnya digunakan SPP Defenitif. Kami sampaikan demikian karena kedua SPP ini sama-sama betul, sama-sama bagus tergantung kondisi saat SPP itu dibuat, tapi kalau urusan mudah atau tidaknya tergantung kasusnya (situasional).
Tinjauan Regulasi
Permendagri No. 113/2014
Pasal 26
- Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.
- Pengeluaran desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
- Penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus dibuat Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa.
Tinjauan
Pasal 26 ayat 1
Belanja baru boleh dilaksanakan setelah Rancangan APBDesa disahkan, dalam hal ini harus berupa Peraturan Desa tetang APBDesa.
Pasal 26 ayat 2
Sebagai pengecualian dari ayat 1 diatas, maka untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa dapat dibayarkan walaupun Rancangan APBdes belum disahkan.
Kondisi-kondisi :
- Hal ini dilakukan jika APBDes tahun bersangkutan belum juga di sahkan, namun belanja pegawai dan belanja operasional tersebut sudah harus dibayarkan.
- Belanja pegawai dan belanja operasional tersebut dibayarkan berdasarkan rancangan APBDes.
- Dalam siskeudes proses pencairan dana sebelum APBDes disahkan ini diakomodir melalui SPP yang diajukan berdasarkan Posting Usulan APBDes. Artinya setelah rancangan APBDes dibuat dalam Siskeudes, walaupun belum disahkan oleh BPD, SPP tetap dapat dibuat dengan cara terlebih dahulu melakukan posting di tahap Usulan APBDes (Kode 1)
Pasal 28
- Berdasarkan rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa.
- Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima.
Tinjauan
Pasal 28 ayat 1
SPP harus dibuat berdasarkan Bidang, Kegiatan, Rekening, dan Besaran anggaran yang telah disahkan dalam APBDes. Artinya desa dilarang melakukan belanja yang tidak dianggarkan atau kurang tersedia anggarannya dalam APBDes.
Pasal 28 ayat 2
Dalam pasal ini dinyatakan bahwa hanya ada satu jenis SPP yaitu SPP baru boleh dibuat jika desa sudah menerima barang atau jasa terkait dengan SPP tersebut, jika belum diterima barang dan jasanya maka belum boleh dibuatkan SPP nya, dengan demikian pasal 28 ayat 2 ini hanya mengenal SPP Defenitif.
Kondisi :
- Kalau SPP baru dibuat setelah barang dan jasa diterima oleh desa berarti telah terjadi pembelian dengan cara berhutang.
- Kalau berhutang, desa seharusnya melakukan kesepakatan kerjasama dengan penyedia, seharusnya ada berita acara kerjasama tersebut, bahwa penyedia barang atau jasa bersedia menalangi/memberikan barang dan jasa tersebut dan akan menerima pembayaran setelah dilakukan proses pencairan SPP.
- Tidak semua desa bisa menemukan penyedia barang/jasa jang bisa diambil barang/jasanya dengan cara berhutang
- Jika tidak ada penyedia yang bersedia memberikan barang atau jasa nya terlebih dahulu atau memberi hutang, maka SPP defenitif seperti yang ada di pasal 28 ayat 2 ini tidak akan pernah bisa di realisasikan, sebab desa dilarang membuat SPP sebelum barang atau jasa diterima. Jika tidak ada SPP berarti tidak ada uang yang bisa dibayarkan.
- Jika desa melakukan penarikan uang dari rekening Bank untuk membeli barang dan kemudian baru di buatkan SPP nya, bertentangan dengan pasal 28 ayat 2 karena, jangankan untuk membayar, untuk membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) pun disyaratkan bahwa barang atau jasanya diterima terlebih dahulu.
- Terdapat suatu kondisi yang menyebabkan pengunggan SPP Defenitif tersebut tidak dapat diterapkan di semua desa.
- Agar ketidaksempurnaan aturan ini tidak menjadi hambatan seharusnya diambil sebuah kebijakan (diskresi), BPKP menginisiasi melalui Aplikasi Siskeudes dengan menambahkan satu metode lagi dalam proses pencairan anggaran belanja desa, yaitu dengan metode panjar. Solusi BPKP ini disetujui oleh Kemendagri selaku pembuat Permendagri No. 113/2014 ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya MOU antara Kemendagri dan BPKP untuk mengimplementasikan Siskeudes, dimana dalam siskeudes ditambahkan sebuah metode pencairan dana yaitu SPP panjar yang tidak ada diatur dalam Permendargi No. 113/2014 tsb.
- Dengan demikian apakah SPP panjar boleh digunakan ? Silahkan simpulkan sendiri, namun sebagai pelaksana dari pihak kabupaten, sesuai dengan instruksi Kemendagri, Provinsi, dan bahkan ada rekomendasi dari KPK untuk menggunakan Siskeudes, maka kami meyakini prosedur yang ada di siskeudes adalah prosedur yang legal dan bisa dipertanggungjawabakan.
Pasal 29
Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) terdiri atas:
- Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
- Pernyataan tanggungjawab belanja; dan
- Lampiran bukti transaksi
Tinjauan pasal 29 point c.
Dalam mengajukan SPP defenitif harus dilampirkan bukti transaksi. Artinya pada saat spp dibuat berarti sudah ada SPJ nya berupa kwitansi dan bukti-bukti lainnya, dengan kata lain belanjanya sudah dilaksanakan atau sudah defenitif.
Kondisi :
- Saat membuat SPP langsung diinputkan kwitansi atau rincian belanjanya berdasarkan kwitansi yang telah diperoleh atas belanja.
- Jika belum ada kwitansi maka rincian belanja nya dimintakan dulu untuk proses pembuatan SPP defenitif dan kwitansi dihasilkan hasil printout siskeudes, namun dalam siskeudes permasalahan justru sering timbul karena praktek seperti ini. Setelah SPP defenitif dibuat berdasarkan rincian belanja yang sekiranya akan dilaksanakan, ternyata setelah benar-benar dilakukan belanja terjadi perubahan atas spj nya.
TINJAUAN SPP DEFENITIF VS SPP PANJAR (SISKEUDES)
SPP DEFENITIF
Pada saat SPP defenitif dibuat, dalam menu siskeudes sudah harus langsung diisikan rincian belanjanya atau bukti belanja (kwitansi). Inilah artinya defenitif, yaitu SPP atas belanja yang benar-benar telah terjadi (defenitif) dan dibuktikan dengan Kwitansi belanja dan bukti pendukung lainnya.
Tahapan Pengajuan SPP Defenitif :
- TPK atau PTPKD mengajukan Rencana Penggunaan Dana (RPD) dalam hal ini karena sudah defenitif maka daftar yang diserahkan adalah rincian penggunaan dana beserta Kwitansi dan kelengkapan SPJ lainnya untuk dibuatkan SPP defenitif.
- Sekdes memverifikasi RPD tersebut apakah kegiatan dan anggarannya tersedia dan jumlahnya wajar serta bisa dipertanggungjawabkan.
- Berdasarkan RPD tersebut PTPKD membuatkan SPP (biasanya langsung operator/bendahara desa yang membuat) yang ditujukan kepada Kepala Desa
- Dalam membuat SPP langsung di input sampai dengan rincian belanja yang ada di kwitansinya.
- Jika ada belanja yang harus dikenakan pajak, maka langsung diinput pemotongan pajaknya.
- SPP di cetak terdiri atas SPP-1, SPP-2 dan SPTB. Semua dokumen ini harus ditandatangi oleh pihak-pihak yang ada di dalam dokumen SPP tersebut.
- Setelah dokumen SPP ditanda tangani oleh Sekdes (selaku verifikator) dan Kepala desa (selaku pengguna aggaran) maka SPP tersebut telah dapat dicairkan.
- Jika ditangan bendahara (Saldo BKU) terdapat uang yang cukup untuk mencairan SPP tersebut maka dapat langsung dilakukan pencairan, tapi jika tidak maka harus melakukan penarikan uang dari bank terlebih dahulu melalui menu mutasi kas.
- Jika uang tunai sudah tersedia, maka dilakukan pencairan SPP, dan sebagai bukti digunakan hasil cetak bukti pencairan diaplikasi. Uang pencairan tersebut diserahkan melalui TPK atau PTPKD untuk dibayarkan langsung kepada penyedia barang atau jasa.
- Setelah SPP dicairkan, maka belanja tersebut sudah selesai administrasinya dan secara otomatis akan masuk kedalam laporan penatausahaan dan pembukuan.
SPP PANJAR
Pada saat SPP panjar dibuat dalam menu siskeudes hanya diisikan sampai rekening belanja, pada spp panjar ini rincian belanja tidak langsung di isikan. Berbeda dengan SPP defenitif, SPP panjar dilaksanakan dalam 2 tahapan. Yaitu tahap SPP dan Tahap SPJ
Tahapan pengajuan SPP Panjar.
- TPK atau PTPKD mengajukan Rencana Penggunaan Dana (RPD) sebagai dasar untuk pembuatan SPP panjar.
- Sekdes memverifikasi RPD tersebut apakah kegiatan dan anggarannya tersedia dan jumlah yang diajukan adalah wajar dan bisa dipertanggungjwasabkan.
- Berdasarkan RPD yang telah diverifikasi oleh PTPKD dan Sekdes dibuatkanlan SPP Panjar.
- SPP Panjar diinput hanya sampai rincian rekening belanja atau tidak sampai kwitansi, karena belum ada kwitansi yang bisa dibukukan.
- SPP di cetak terdiri atas SPP-1 dan SPP-2, karena belum ada belanja sehingga tidak ada SPTB. Semua dokumen ini harus ditandatangi oleh pihak-pihak yang ada di dalam dokumen SPP tersebut.
- Berdasrkan SPP yang telah ditandatangani oleh pihak-pihak terkait tersebut dilakukan pencairan SPP.
- Jika ditangan bendahara (Saldo BKU) terdapat uang yang cukup untuk mencairan SPP tersebut maka dapat langsung dilakukan pencairan, tapi jika tidak maka harus melakukan penarikan uang dari bank terlebih dahulu melalui menu mutasi kas.
- Jika uang tunai sudah tersedia, maka dilakukan pencairan SPP, dan sebagai bukti digunakan hasil cetak bukti pencairan diaplikasi. Uang pencairan diserahkan kepada TPK atau PTPKD untuk dibelanjakan sesuai dengan RPD dan SPP yang diajukan sebelumnya.
Tahap Penyampaian SPJ Panjar
- Setelah diterima dan dibelanjakan, uang panjar yang diterima oleh TPK atau PTPKD harus dipertanggungjawabkan paling lambat 7 hari sejak pencairan.
- TPK atau PTPKD menyerahkan SPJ berupa Kwitansi belanja dan bukti transaksi lainnya yang telah diverifikasi oleh Sekdes kepada Bendahara.
- Berdasarkan SPJ tersebut Bendahara menginput ke siskeudes pada menu Penatausahaan – SPJ kegiatan.
- Jika ada belanja yang harus dikenakan pajak, maka langsung diinput pemotongan panjaknya
- Jika SPJ yang disampaikan lebih kecil dari nilai panjar yang diberikan, maka TPK atau PTPKD harus mengembalikan panjar tersebut kepada bendahara.
- Bendahara melakukan pembukuan pengembalian panjar, suapaya sisa panjar tersebut kembali masuk menjadi kas tunai dan dapat dimintakan melalui SPP berikutnya.
- Setelah SPJ dibukukan dan sisa panjar kalau ada telah dibukukan maka selesai proses administrasi atas belanja kegiatan tersebut melalui metode panjar.
TANYA JAWAB
1. Q : Bagaimana cara membuat SPP atas belanja yang telah dilkukan sementara pada saat itu APBDes belum di sahkan ?
A : Belanja belum boleh dilakukan sebelum anggaran tersedia, Jika yang dimaksud adalah belanja siltap dan op kantor maka sebaiknya dilakukan posting tahap usulan APBDes sehingga SPP nya bisa dibuatkan. Jika tidak melalui posting Usulan maka SPP harus dibuat dengan tanggal minimal sama atau diatas tanggal posting APBDes awal tahun.
2. Q : SPP mana yang harus digunakan ?
A : Jangan menilai SPP dari mudah atau tidaknya, tapi supaya pembukuan yang kita lakukan benar, maka spp harus dibuat sesuai dengan kondisinya. Ketika pada saat membuat SPP tersebut sudah ada kwitansi yang bisa dibukukan dan bersifat final/defenitif atau tidak akan berubah2 lagi kwitansinya, maka gunakan SPP defenitif, kalau belum ada kepastian SPJ nya maka gunakan SPP Panjar.
3. Q : Siltap dan Tunjangan itu SPP defenitif / Panjar ?
A : Siltap dan atau Tunjangan Sebaiknya gunakan SPP Defenitif karena jumlahnya sudah jelas, SPJ nya berdasarkan daftar pembayaran gaji.
4. Q : Bagaimana penulisan tanggal SPJ/Kwitansi pada SPP defenitif ?
A : Karena SPP dibuat setelah adanya SPJ atau kwitansi maka tanggal bukti kwitansi harus maksimal sama atau berada dibawah tanggal SPP.
5. Q : Kenapa waktu mengisi rincian pada SPP tidak menampilkan pilihan kegiatan atau rekening belanja terkait SPP tersebut ?
A : Ada beberapa kemungkinan :
- Kemungkinan Pertama Anggarannya belum diposting,
- Kemungkinan Kedua Anggarannya sudah diposting tapi tanggal psotingnya salah,
- Kemungkinan ketiga Anggaran sudah diposting tapi tidak sesuai tahapan, contoh SPP untuk kegiatan pembangunan, ternyata posting APBDes masih di tahap 1 atau tahap usulan, bukan di tahap APBDes awal atau tahap 2.
- Kemungkinan keempat Tanggal SPP dibuat dibawah tanggal posting. Seharusnya tanggal SPP adalah setelah tanggal Posting.
6. Q : Siapa yang menandatangani kwitansi pada rincian belanja di siskeudes ?
A : Kwitansi di siskeues adalah gambar sebenarnya dari kwitansi belanja yang telah disampaiak TPK atau PTPKD. Jadi rincian belanja diisi sesuai dengan rincian yang tertulis di kwitansi belanja, baik itu uraian, jumlah belanja, tanggal kwitansi, dan nama penerima pada bukti kwitansi tersebut.
7. Q : Apakah jika sudah ada kwitansi manual dari toko masih perlu dicetak kwitansi output dari siskeudes ?
A : Menurut saya kwitansi tersebut cukup satu saja. Jika sudah ada yang dari toko mengapa harus cetak lagi yang dari siskeudes. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam kwitansi tersebut telah memuat unsur-unsur sebuah kwitansi seperti antara lain Nilai kwitansi, Siapa yang membayar, Siapa Penerima, Untuk Apa, dan kapan kejadiannya. Jadi terserah mau menggunakan yang manual atau yang ada di siskeudes.
8. Q : Bagaimanakah cara mengembalikan sisa belanja dari SPP defenitif ?
A : Saya jawab juga dengan pertanyaan, bagaimana mungkin SPP yang sudah defenitif atau benar-benar sudah terjadi dan benar-benar sudah ada spj nya sesuai dengan belanja nya masih ada sisa ? Kejadian seperti ini ada beberapa kemungkinan
- Pada saat membuat SPP Defenitif “dipaksakan” entri rincian belanja nya atau tidak dari bukti kwitansi yang sebenarnya. Sehingga pada saat benar-benar dilakukan belanja ternyata apa yang telah diinput di spp defenitif tidak sesuai dengan belanja sebenarnya.
- Pada saat membuat SPP defenitif tejadi kesalahan penempatan kwitansi belanja, Seharusnya ditempatkan di SPP kegiatan A, tapi malah Terinputkan di SPP kegiatan B.
- Solusinya : Melalui Kabupaten, Segera Hubungi BPKP setemapat untuk mendapatkan update siskeudes V1.2R.1.0.5 yang didalamnya sudah ada menu pengembalian belanja.
9. Q : Kenapa ketika dibuat SPP keluar pesan error kalau dana RAB tidak mencukupi padahal kalau ditotal SPP yang telah dibuat harusnya masih ada sisa yang cukup. Anehnya pada laporan realisasi kegiatan dimaksud koq ada kwitansi kwitansi yang muncul, sementara kwitansi tersebut tidak ada dalam SPP ?
A : Itu karena sebelumnya pernah dibuat SPP panjar dan telah di SPJ kan dengan memasukan kwitansi-kwitansi yang seperti terlihat dalam laporan yang disebutkan tadi, kemudian SPP nya dihapus tanpa terlebih dahulu menghapus SPJ atau kwitansi-kwitansi tersebut. Ini salah satu kelemahan siskeudes, kemungkinan di databasenya ( Relationship antara tabel SPP dan SPJ ) sehingga SPP bisa dihapus tanpa terlebih dahulu mengahapus SPJ nya. Masalah ini bukan saja ngefek sama kwitansinya tapi juga pada sisa panjar kalau saat spp tsb pernah dibuatkan sisa panjarnya.
10. Q : Bagaimana Solusinya ?
A : Solusinya :
1. Pencegahan : Jangan pernah menghapus SPP Panjar sebelum menghapus SPJ dari rincian atau turunan dari SPJ tersebut. Kalau mau menghapus SPP panjar, pastikan SPJ atas SPP tersebut sudah dihapus tuntas. Caranya dengan menghapus SPJ dari urutan paling bawah. Yaitu :
- Hapus Penyetoran pajak terkait SPJ tersebut kalau ada
- Hapus penyetoran sisa panjar jika ada sisa panjar yang telah disetorkan melalui menu penyetoran sisa panjar
- Hapus semua kwitansi dan semua potongan pajak pada SPJ kalau ada.
- Hapus SPJ.
- Hapus Pencairan SPP
- Baru kemudian bisa dihapus atau diubah SPP nya.
2. Kalau Datanya belum terlalu banyak, lakukan saja pengosongan data penatausahaan, silahkan hubungi admin kabupaten untuk melakukannya.
3. Kalau datanya sudah banyak dan sangak repot sekali jika mengulang lagi input data penatausahaan, maka coba hubungi BPKP setempat mana tau ada solusinya, karena kesalahan tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki dari Aplikasi Siskeudes.
4. Atau opsi terakhir (sebaiknya jangan banyak yg melakukan ini) kirimkan database nya ke saya untuk dicoba memperbaiki dalam bentuk terkompres (RAR), kalau tidak bisa dikirim setelah di compress pakai rar, Karena email client nya rewel, maka dapat dikirim dengan cara :
- Klik kanan di Database yang akan dikirim
- Pilih Add to Archive
- Ganti nama file pada kolom archive name dari .rar menjadi .ras contoh DataAPBDes2017.ras
- Klik OK
- File DataAPBDes2017.ras ini yang di emailkan ke saya pada alamat : oedean78@gmail.com
Kesimpulan :
- Jika dilihat mayoritas pengelolaan keuangan desa berdasarkan kondisinya khusunya ditempat kami maka SPP yang paling sering digunakan, kecuali untuk Siltap.
- SPP defenitif memang lebih mudah dari pada SPP panjar jika pada saat SPP dibuat memang sudah ada kwitansi belanja yang defenitif dan tidak akan dirubah lagi, tapi jika rincian belanja yang dibuat adalah masih rencana, atau rekaan, atau blm merupakan kejadian transaksi belanja yang sebenarnya, maka SPP defenitif bisa jauh lebih menyulitkan daripada SPP panjar. Karena kwitansi belanja yang sebenarnya berbeda dengan yang dinput dalam SPP maka tentunya SPP tersebut harus diubah. Kemungkinan masalah :
- Harus menghapus Pencairan SPP terlebih dahulu
- Pajak yang terlanjur dipotong dan disetor kemudian terjadi perbuhan akan menyebabkan tidak seimbangnya pembukuan
- Tidak sama atau sinkronnya antara SPP dan Rinciannya, dan atau Tidak sama antara Nilai SPP dengan Nilai Pencairan (salah satu kelemahan siskeudes) sehingga laporan pembukuan akan kacau.